Pada hari Kamis tanggal 29 September 2016, kami melaksanakan praktikum di Laboratorium Rekayasa Struktur, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung. Praktikum hari itu adalah uji kelayakan dan parameter bahan-bahan pembuat beton.
1. Pemeriksaan Kadar Lumpur dalam Agregat Halus
TUJUAN PERCOBAAN
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan besarnya persentase kadar lumpur dalam agregat halus yang digunakan sebagai campuran beton. Kandungan lumpur < 5% merupakan ketentuan bagi penggunaan agregat halus untuk pembuatan beton dengan kualitas yang baik.
ALAT
a. Gelas Ukur
b. Alat pengaduk
BENDA
Contoh pasir secukupnya dalam kondisi lapangan dengan bahan pelarut biasa.
PROSEDUR
a. Contoh benda uji dimasukkan ke dalam gelas ukur.
b. Tambahkan air pada gelas ukur guna melarutkan lumpur.
c. Gelas ukur dikocok untuk mencuci agregat halus dari lumpur.
d. Simpan gelas pada tempat yang datar dan dibiarkan lumpur mengendap selama 24 jam.
e. Ukur tinggi lumpur (V2) dan tinggi pasir (V1)

Perhitungan :
Volume total : 172 ml
Volume lumpur : 4 ml
Sehingga didapatkan, kadar lumpur adalah sebagai berikut :
Kadar lumpur = 4/(172+4) x 100%
= 2,3255%
Analisis :
Didapatkan kadar lumpur dalam agregat halus sebesar 2,3255%. Berdasarkan ketentuan, kadar lumpur dalam agregat halus telah memenuhi syarat untuk digunakan dalam campuran beton yaitu lebih kecil dari 5%.
2. Pemeriksaan Kadar Organik dalam Agregat Halus
TUJUAN PERCOBAAN
Pemeriksaan zat organik pada agregat halus dimaksudkan untuk menentukan adanya bahan organik dalam agregat halus yang akan digunakkan pada campuran beton. Kandungan bahan organik yang melebihi batas dapat mempengaruhi mutu beton yang direncanakan.
ALAT
1. Botol gelas tembus pandang dengan penutup karet atau gabus atau bahan penutup lainnya yang tidak bereaksi terhadap NaOH. Volume gelas = 350 mL
2. Standard warna (Organik plate)
3. Larutan NaOH 3%
BAHAN
Contoh pasir dengan volume 115 mL (1/3 volume botol)
PROSEDUR PERCOBAAN
· 1. Masukan 115 mL pasir ke dalam botol tembus pandang (kurang lebih 1/3 isi botol)
· 2. Tambahkan Larutan NaOH 3%. Setelah dikocok, isinya harus mencapai kira-kira ¾ volume botol
3. Tutup Botol gelas tersebutdan dan kocok hingga lumpur yang menempel pada agregat Nampak terpisah dan dibiarkan selama 24 jam agar lumpu tersebut mengenda
4. Setelah 24 jam, warna cairan yang terlihat dibandingkan dengan standar warna no.3 pada organic plate (apakah lebih tua atau lebih muda)
3. Tutup Botol gelas tersebutdan dan kocok hingga lumpur yang menempel pada agregat Nampak terpisah dan dibiarkan selama 24 jam agar lumpu tersebut mengenda
4. Setelah 24 jam, warna cairan yang terlihat dibandingkan dengan standar warna no.3 pada organic plate (apakah lebih tua atau lebih muda)
HASIL PENGAMATAN
BAHAN
Setelah 24 jam, warna cairan lebih muda dari indikator warna ke 3 pada organic plate.
ANALISIS
Karena warna cairan lebih muda dari indikator organic plate nomor 3, maka kandungan organik pada agregat halus tidak melebihi batas toleransi.
3. Pemeriksaan Berat Volume Agregat Halus
TUJUAN PERCOBAAN
Menghitung berat volume agregat halus
ALAT
a. Timbangan dengan ketelitian 0,1%
b. Talam kapasitas cukup besar untuk mengeringkan contoh agregat
c. Tongkat pemadat diameter 15 mm, panjang 60 cm yang ujungnya bulat, terbuat dari baja tahan karat
d. Mistar perata
e. Sekop
f. Wadah baja yang cukup berbentuk silinder dengan alat pemegang sesuai dengan tabel berikut :
Tabel X Spesifikasi Wadah Baja yang Digunakan Dalam Praktikum
Kapasitas
|
Diameter
|
Tinggi
|
Tebal Wadah
|
Ukuran Butir Maksimum Agregat (mm)
| |
Dasar
|
Sisi
| ||||
2,832
|
152,4±2,5
|
154,9±2,5
|
5,08
|
2,54
|
12,70
|
9,345
|
203,2±2,5
|
292,1±2,5
|
5,08
|
2,54
|
25,40
|
14,158
|
254,0±2,5
|
279,4±2,5
|
5,08
|
3,00
|
38,10
|
28,136
|
355,6±2,5
|
284,4±2,5
|
5,08
|
3,00
|
101,60
|
Agregat halus.
PROSEDUR PERCOBAAN
1. Masukkan agregat ke dalam talam sekurang-kurangnya sebanyak kapasitas wadah sesuai dengan Tabel di atas. Keringkan dengan oven, suhu pada oven (110±5)oC sampai berat menjadi tetap untuk digunakan sebagai benda uji.
2. Berat isi lepas
a. Timbang dan catatlah berat wadah
b. Masukkan benda uji dengan hati-hati agar tidak terjadi pemisahan butir-butir dari ketinggian 5 cm di atas wadah dengan menggunakan sendok atau sekop sampai penuh
c. Ratakan permukaan benda uji dengan menggunakan mistar perata
d. Timbang dan catatlah berat wadah beserta benda uji (W2)
e. Hitunglah berat benda uji (W3 = W2 - W1)
3. Berat isi agregat ukuran butir maksimum 38,1 mm (1,5”) dengan cara penusukan
a. Timbang dan catat berat wadah (W1)
b. Isilah wadah dengan benda uji dalam tiga lapis yang sama tebal. Setiap lapis dipadatkan dengan tongkat pemadat yang ditusukkan sebanyak 25 kali secara merata
c. Ratakan permukaan benda uji dengan menggunakan mistar perata
d. Timbang dan catatlah berat wadah beserta benda uji (W2)
e. Hitunglah berat benda uji (W3 = W2 - W1)
4. Berat isi pada agregat ukuran butir antara 38,1 mm (1,5”) sampai 101,1 mm (4”) dengan cara penggoyangan
a. Timbang dan catatlah berat wadah (W2)
b. Isilah wadah dengan benda uji dalam tiga lapis yang sama tebal
c. Padatkan setiap lapis dengan cara menggoyang-goyangkan wadah dengan prosedur sebagai berikut :
· Letakkan wadah di atas tempat yang kokoh dan datar, angkatlah salah satu sisinya kira-kira setinggi 5 cm kemudian lepaskan
· Ulangi hal ini pada sisi yang berlawanan. Padatkan lapisan sebanyak 25 kali untuk setiap sisi
d. Ratakan permukaan benda uji dengan menggunakan mistar perata
e. Timbang dan catatlah berat wadah beserta berat benda uji (W2)
f. Hitunglah berat benda uji (W3 = W2 - W1)
HASIL PERCOBAAN
a. Kondisi Padat
Observasi I
|
Observasi II
| |
A. Volume wadah
|
2,781 Liter
|
2,781 Liter
|
B. Berat wadah
|
2,676 Kg
|
2,676 Kg
|
C. Berat wadah + benda uji
|
6,972 Kg
|
6,944 Kg
|
D. Berat benda uji
(C – B)
|
4,296 Kg
|
4,268 Kg
|
Berat Volume
|
1,54 Kg/Liter
|
1,534 Kg/Liter
|
Berat Volume Rata-rata
|
=
= 1,537 Kg/Liter
| |
a. Kondisi Gembur
Observasi I
|
Observasi II
| |
A. Volume wadah
|
2,781 Liter
|
2,781 Liter
|
B. Berat wadah
|
2,676 Kg
|
2,676 Kg
|
C. Berat wadah + benda uji
|
6,638 Kg
|
6,655 Kg
|
D. Berat benda uji
(C – B)
|
3,962 Kg
|
3,979 Kg
|
Berat Volume
|
1,42 Kg/Liter
|
1,430 Kg/Liter
|
Berat Volume Rata-rata
|
=
= 1,425 Kg/Liter
| |
Berdasarkan praktikum kali ini, diperoleh bahwa agregat halus memiliki berat volume agregat yang dipadatkan lebih besar dibandingkan dengan berat volume agregat yang gembur. Berdasarkan pengamatan yang kami lakukan, kami menerka bahwa hal ini terjadi karena adanya perbedaan perlakuan antara kedua kondisi. Pada keadaan padat dilakukan penumbukan sebanyak 25 kali mneggunakan mistar pada setiap lapisan kira-kira tiap 1/3 dari volume wadah. Penumbukan ini memadatkan pori-pori / celah antar agregat dalam wadah. Dengan berkurangnya celah antar pori maka jumlah agregat pada wadah semakin banyak yang mengakibatkan meningkatnya berat pada keadaan volume tetap atau dengan kata lain berkurangnya celah antar pori meningkatkan berat jenis agregat pada wadah. Berat jenis diartikan sebagai perbandingan antara berat dan volume dari suatu benda. Pada agregat yang gembur tidak dilakukan penumbukan sama sekali sehingga celah kosong diantara agregat lebih banyak dibanding agregat pada keadaan padat. Keadaan ini menyebabkan berat jenis agregat pada keadaan gembur menjadi lebih kecil karena berat yang lebih kecil pula. Kemudian, kita menggunakan data berat jenis padat karena pada ketika kita merancang mix design, agregat yang digunakan adalah agregat dengan keadaan padat.
4. Pemeriksaan Berat Volume Agregat Kasar
TUJUAN
Menghitung berat volume agregat kasar.
ALAT
a. Timbangan dengan ketelitian 0,1%
b. Talam kapasitas cukup besar untuk mengeringkan contoh agregat
c. Tongkat pemadat diameter 15 mm, panjang 60 cm yang ujungnya bulat, terbuat dari baja tahan karat
d. Mistar perata
e. Sekop
f. Wadah baja yang cukup berbentuk silinder dengan alat pemegang sesuai dengan tabel berikut :
Tabel X Spesifikasi Wadah Baja yang Digunakan Dalam Praktikum
Kapasitas
|
Diameter
|
Tinggi
|
Tebal Wadah
|
Ukuran Butir Maksimum Agregat (mm)
| |
Dasar
|
Sisi
| ||||
2,832
|
152,4±2,5
|
154,9±2,5
|
5,08
|
2,54
|
12,70
|
9,345
|
203,2±2,5
|
292,1±2,5
|
5,08
|
2,54
|
25,40
|
14,158
|
254,0±2,5
|
279,4±2,5
|
5,08
|
3,00
|
38,10
|
28,136
|
355,6±2,5
|
284,4±2,5
|
5,08
|
3,00
|
101,60
|
Agregat kasar.
PROSEDUR PERCOBAAN
Masukkan agregat ke dalam talam sekurang-kurangnya sebanyak kapasitas wadah sesuai dengan Tabel di atas. Keringkan dengan oven, suhu pada oven (110±5)oC sampai berat menjadi tetap untuk digunakan sebagai benda uji.
1. Berat isi lepas
a. Timbang dan catatlah berat wadah
b. Masukkan benda uji dengan hati-hati agar tidak terjadi pemisahan butir-butir dari ketinggian 5 cm di atas wadah dengan menggunakan sendok atau sekop sampai penuh
c. Ratakan permukaan benda uji dengan menggunakan mistar perata
d. Timbang dan catatlah berat wadah beserta benda uji (W2)
e. Hitunglah berat benda uji (W3 = W2 - W1)
2. Berat isi agregat ukuran butir maksimum 38,1 mm (1,5”) dengan cara penusukan
a. Timbang dan catat berat wadah (W1)
b. Isilah wadah dengan benda uji dalam tiga lapis yang sama tebal. Setiap lapis dipadatkan dengan tongkat pemadat yang ditusukkan sebanyak 25 kali secara merata
c. Ratakan permukaan benda uji dengan menggunakan mistar perata
d. Timbang dan catatlah berat wadah beserta benda uji (W2)
e. Hitunglah berat benda uji (W3 = W2 - W1)
3. Berat isi pada agregat ukuran butir antara 38,1 mm (1,5”) sampai 101,1 mm (4”) dengan cara penggoyangan
a. Timbang dan catatlah berat wadah (W2)
b. Isilah wadah dengan benda uji dalam tiga lapis yang sama tebal
c. Padatkan setiap lapis dengan cara menggoyang-goyangkan wadah dengan prosedur sebagai berikut :
· Letakkan wadah di atas tempat yang kokoh dan datar, angkatlah salah satu sisinya kira-kira setinggi 5 cm kemudian lepaskan
· Ulangi hal ini pada sisi yang berlawanan. Padatkan lapisan sebanyak 25 kali untuk setiap sisi
d. Ratakan permukaan benda uji dengan menggunakan mistar perata
e. Timbang dan catatlah berat wadah beserta berat benda uji (W2)
f. Hitunglah berat benda uji (W3 = W2 - W1)
HASIL PRAKTIKUM
a. Kondisi Padat
Observasi I
|
Observasi II
| |
3.3.1. Volume wadah
|
2,781 Liter
|
2,781 Liter
|
B. Berat wadah
|
2,676 Kg
|
2,676 Kg
|
C. Berat wadah + benda uji
|
6,571 Kg
|
6,571 Kg
|
D. Berat benda uji
(C – B)
|
3,895 Kg
|
3,895 Kg
|
Berat Volume
|
1,400 Kg/Liter
|
1,400 Kg/Liter
|
Berat Volume Rata-rata
|
=
= 1,400 Kg/Liter
| |
b. Kondisi Gembur
Observasi I
|
Observasi II
| |
a. Volume wadah
|
2,781 Liter
|
2,781 Liter
|
B. Berat wadah
|
2,676 Kg
|
2,676 Kg
|
C. Berat wadah + benda uji
|
6,191 Kg
|
6,223 Kg
|
D. Berat benda uji
(C – B)
|
3,515 Kg
|
3,547 Kg
|
Berat Volume
|
1,26 Kg/Liter
|
1,275 Kg/Liter
|
Berat Volume Rata-rata
|
=
= 1,2675 Kg/Liter
| |
Berdasarkan praktikum kali ini, diperoleh bahwa agregat kasar memiliki berat volume agregat yang dipadatkan lebih besar dibandingkan dengan berat volume agregat yang gembur. Berdasarkan pengamatan yang kami lakukan, kami menerka bahwa hal ini terjadi karena adanya perbedaan perlakuan antara kedua kondisi. Pada keadaan padat dilakukan penumbukan sebanyak 25 kali mneggunakan mistar pada setiap lapisan kira-kira tiap 1/3 dari volume wadah. Penumbukan ini memadatkan pori-pori / celah antar agregat dalam wadah. Dengan berkurangnya celah antar pori maka jumlah agregat pada wadah semakin banyak yang mengakibatkan meningkatnya berat pada keadaan volume tetap atau dengan kata lain berkurangnya celah antar pori meningkatkan berat jenis agregat pada wadah. Berat jenis diartikan sebagai perbandingan antara berat dan volume dari suatu benda. Pada agregat yang gembur tidak dilakukan penumbukan sama sekali sehingga celah kosong diantara agregat lebih banyak dibanding agregat pada keadaan padat. Keadaan ini menyebabkan berat jenis agregat pada keadaan gembur menjadi lebih kecil karena berat yang lebih kecil pula. Kemudian, kita menggunakan data berat jenis padat karena pada ketika kita merancang mix design, agregat yang digunakan adalah agregat dengan keadaan padat.
5. Pemeriksaan Kadar Air Agregat
TUJUAN
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan besarnya kadar air yang terkandung dalam agregat dengan cara pengeringan. Kadar air agregat adalah perbandingan antara berat agregat dalam kondisi kering dan terhadap berat semula yang dinyatakan dalam persen. Nilai kadar air ini digunakan untuk koreksi tekanan air untuk adukan beton yang disesuaikan dengan kondisi agregat di lapangan.
ALAT
1. Timbangan dengan ketelitian 0,1% dari berat contoh
2. Oven (110±5)oC
3. Talam logam tahan karat
BAHAN
Berat minimum contoh agregat dengan diameter maksimum 5 mm adalah 0,5 kg.
PROSEDUR PERCOBAAN
a. Timbang dan catat berat talam (W1)
b. Masukan benda uji ke dalam talam, dan kemudian timbang talam yang sudah berisi benda uji (W2)
c. Hitung berat benda uji W3 = W2 - W1
d. Keringkan contoh benda uji bersama talam dalam oven pada suhu (110±5)oC hingga beratnya tetap
e. Setelah kering contoh benda uji ditimbang beserta dengan talamnya, kemudian catat beratnya (W4)
f. Hitunglah berat benda uji kering : W5 = W4 - W1
HASIL PRAKTIKUM
Halus
|
Kasar
| |
Observasi I
| ||
A. Berat wadah
|
172
|
172
|
B. Berat wadah + benda uji
|
2172
|
2172
|
C. Berat benda uji (B – A)
|
2000
|
2000
|
D. Berat benda uji
|
1803
|
1870
|
Kadar air = x 100%
|
= x 100%
= 10,926%
|
= x 100%
= 6,951%
|
Berdasarkan data hasil percobaan yang kami dapat, kami mendapat bahwa berat benda uji setelah dikeringkan di dalam oven lebih ringan daripada berat benda uji ketika belum dikeringkan di oven. Hal ini dikarenakan adanya kandungan air yang menambah berat pada benda uji tersebut. Setelah dikeringkan, kami menemukan bahwa persentase kadar air agregat kasar lebih kecil dari agregat halus. Karena luas permukaan agregat halus lebih besar dibandingkan agregat kasar (secara keseluruhan), sehingga jumlah air yang terdapat pada agregat halus lebih banyak dibanding agregat kasar (pada volume yang sama).
6. Analisis Specific Gravity dan Penyerapan Agregat Halus
TUJUAN
Menentukan Specific Gravity adalah karakteristik umum yang digunakan untuk menghitung volume yang ditempatkan oleh agregat dalam berbagai campuran, termasuk semen, beton aspal, dan campuran lainnya yang proporsional.
ALAT
a. Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram atau kurang yang mempunyai kapasitas minimum sebesar 1000 gram atau lebih
b. Piknometer dengan kapasitas 500 gram
c. Cetakan kerucut pasir
d. Tongkat pemadat dari logam untuk cetakan kerucut pasir
BAHAN
Berat contoh agregat halus disiapkan sebanyak 1000 gram. Contoh diperoleh dari bahan yang diproses melalui alat pemisah atau perempatan.
PROSEDUR PERCOBAAN
a. Agregat halus yang jenuh air dikeringkan sampai diperoleh kondisi kering dengan indikasi contoh tercurah dengan baik
b. Sebagian dari contoh dimasukan dalam metal sand cone mold. Benda uji dipadatkan dengan tongkat pemadat (tamper). Jumlah tumbukan adalah 25 kali. Kondisi SSD diperoleh, jika cetakan diangkat, butir-butir pasir longsor/runtuh.
c. Contoh agregat halus sebesar 500 gram dimasukan kedalam piknometer. Kemudian piknometer diisi dengan air sampai 90% penuh. Bebaskan gelembung-gelembung udara dengan cara menggoyang-goyangkan piknometer, redamlah piknometer dengan suhu air (73,4±3)0F selama 24 jam. Timbang berat piknometer yang berisi contoh dengan air.
d. Pisahkan benda uji dari piknometer dan keringkan pada suhu (213±130)0F. Langkah ini harus diselesaikan dalam waktu 24 jam (1 hari)
e. Timbanglah berat piknometer yang berisi air sesuai dengan kapasitas kalibrasi pada temperature (73,4±3)0F dengan ketelitian 0,1 gram.
HASIL PRAKTIKUM
Observasi I
|
Observasi II
| |
A. Berat piknometer
|
172
|
172
|
B. Berat contoh kondisi SSD
|
500
|
500
|
C. Berat piknometer + air + contoh SSD
|
954
|
956
|
D. Berat piknometer + air
|
669
|
669
|
E. Berat contoh kering
|
476
|
476
|
Apparent Specific Gravity
|
= 2,492
|
= 2,518
|
Bulk Specific Gravity Kondisi Kering
|
= 2,214
|
= 2,2347
|
Bulk Specific Gravity Kondisi SSD
|
= 2,326
|
= 2,347
|
Persentase absorpsi
x 100%
|
x 100%
= 5,042
|
x 100%
= 5,04
|
Rata-rata
| ||
Apparent Specific Gravity
|
= 2,505
| |
Bulk Specific Gravity Kondisi Kering
|
= 2,224
| |
Bulk Specific Gravity Kondisi SSD
|
= 2,3365
| |
Persentase absorpsi
|
x 100% = 5,041%
| |
Berdasarkan data hasil percobaan yang kami dapat, kami mendapat bahwa berat benda uji setelah dikeringkan di dalam oven lebih ringan daripada berat benda uji tersebut ketika belum dikeringkan di oven. Hal ini dikarenakan adanya kandungan air yang menambah berat pada benda uji tersebut. Setelah dikeringkan, kami menemukan bahwa persentase kadar air agregat kasar lebih kecil dari agregat halus. Dalam ukuran volume yang sama, jumlah agregat halus akan lebih banyak karena pada agregat kasar akan terdapat banyak ruang kosong atau rongga udara. Dengan demikian, luas permukaan agregat halus lebih besar dibandingkan agregat kasar (secara keseluruhan), sehingga jumlah air yang terdapat pada agregat halus lebih banyak dibanding agregat kasar (pada volume yang sama). Saat terkena air, agregat halus lebih lama menahan air tersebut daripada agregat kasar karena jumlahnya yang banyak menyebabkan agregat halus sulit untuk menjadi kering. Air tersimpan di antara butiran-butiran pasir, dalam rongga udara yang sangat sempit diantara butiran pasir dan menempel pada permukaan butiran pasir.
7. Analisis Specific Gravity dan Penyerapan Agregat Kasar
TUJUAN
Menentukan specific gravity dan penyerapan agregat kasar. Dari specific gravity dapat menentukan nilai bulk specific gravity, bulk specific gravity SSD, atau apparent specific gravity.
ALAT
a. Timbangan dengan ketelitian 0,5 gram yang mempunyai kapasitas 5 kg
b. Keranjang besi diameter 203,2 mm (8”) dan tinggi 63,5 mm (2,5”)
c. Alat penggantung keranjang
d. Handuk atau kain pel
BAHAN
Berat contoh agregat disiapkan sebanyak 11 liter dalam keadaan kering muka (SSD = Surface Saturated Dry). Contoh diperoleh dari bahan yang diproses melalui alat pemisah atau cara perempatan. Butiran agregat lolos saringan No. 4 tidak dapat digunakan sebagai benda uji.
Berat minimum benda uji yang digunakan ditentukan berdasarkan ukuran maksimum nominal yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel X Berat minimum berdasarkan ukuran maksimum nominal
Nominal Maximum Size (mm)
|
Minimum Mass (kg)
|
12,5
|
2
|
19,0
|
3
|
25,0
|
4
|
37,5
|
5
|
1. Benda uji direndam selama 24 jam
2. Benda uji dikeringkan permukaannya (kondisi SSD) dengan menggulungkan handuk pada butiran
3. Timbang contoh. Hitung berat contoh kondisi SSD = A
4. Contoh benda uji dimasukan ke keranjang dan direndam kembali di dalam air. Temperature air dijaga (73,4±3)0F, dan kemudian ditimbang, setelah dikeranjang digoyang-goyangkan di dalam air untuk melepaskan udara yang terperangkap. Hitung berat contoh kondisi jenuh = B
5. Contoh dikeringkan pada temperature (212-130)0F. Setelah didinginkan kemudian ditimbang. Hitung berat contoh kondisi kering = C
HASIL PRAKTIKUM
Observasi I
|
Observasi II
| ||
A. Berat contoh SSD
|
3000 gram
|
2952 gram
| |
B. Berat contoh dalam air
|
1771 gram
|
1769 gram
| |
C. Berat contoh kering udara
|
2795 gram
|
2759 gram
| |
Apparent Specific Gravity
|
=
= 2,729
|
=
= 2,786
| |
Bulk Specific Gravity Kondisi Kering
|
=
= 2,274
|
=
= 2,332
| |
Bulk Specific Gravity Kondisi SSD
|
=
= 2,441
|
=
= 2,500
| |
Persentase absorpsi
x 100%
|
= X 100%
= 7,334 %
|
= x 100%
= 7,00 %
| |
Rata-rata
| |||
Apparent Specific Gravity
|
= 2,758
| ||
Bulk Specific Gravity Kondisi Kering
|
= 2,303
| ||
Bulk Specific Gravity Kondisi SSD
|
= 2,471
| ||
Persentase absorpsi
|
x 100% = 7,167%
| ||
Berdasarkan data percobaan, kita harus mencari 2 kondisi, yaitu SSD dan kondisi kering. Kondisi SSD adalah kondisi dimana permukaan luar dari agregat dalam keadaan kering namun di bagian dalam agregat masih terdapat kandungan air di dalam rongga-rongga kecil agregat tersebut. Kondisi kering adalah kondisi agregat setelah dimasukkan ke dalam oven dan mengalami pemanasan sehingga bagian luar dan bagian dalam agregat seluruhnya kering. Kita perlu menganalisis 2 kondisi yang berbeda ini karena pada kenyataannya, akan sulit untuk mendapatkan agregat dalam kondisi yang benar-benar kering. Namun untuk mengetahui keadaan kering ideal sebenarnya dari agregat, kita perlu mengetahui presentase absorpsi air dari agregat tersebut. Kondisi agregat yang biasa digunakan adalah kondisi SSD, sehingga dengan mengetahui presentase absorpsi air dari agregat tersebut, maka kita akan dengan mudah menentukan jumlah air yang perlu ditambahkan untuk dapat melakukan mix design dengan baik.
8. Analisis Saringan Agregat Halus
TUJUAN
Menentukan distribusi ukuran partikel dari agregat halus dengan uji saringan.
ALAT
a. Timbangan dan neraca dengan ketelitian 0,2% dari berat benda uji
b. Satu set saringan dengan ukuran :
Nomor Saringan
|
Ukuran Lubang
|
Keterangan
| |
Mm
|
Inchi
| ||
-
|
9,5
|
3/8
|
Perangkat saringan untuk agregat halus berat minimum contoh 500 g
|
No. 4
|
4,75
|
-
| |
No. 6
|
2,36
|
-
| |
No. 16
|
1,18
|
-
| |
No. 30
|
0,60
|
-
| |
No. 50
|
0,30
|
-
| |
No. 100
|
0,15
|
-
| |
No. 200
|
0,075
|
-
| |
d. Alat pemisah contoh (sampel spliter)
e. Mesin penggetar saringa
f. Talam-talam
g. Kuas, sikat kawat, sendok, dan alat-alat lainnya
BAHAN
Benda uji diperoleh dari alat pemisah contoh atau dengan cara perempatan. Berat dari contoh disesuaikan dengan ukuran maksimum diameter agregat kasar yang digunakan pada tabel perangkat saringan.
PROSEDUR PERCOBAAN
a. Keringkan agregat sampel tes dengan berat yang telah ditenukan pada temperatur (110±5)0C, kemudian dinginkan pada temperatur ruangan
b. Timbang kembali berat sampel agregat yang digunakan
c. Persiapkan saringan yang akan digunakan
d. Setelah saringan disusun, letakan sampel agregat di atas saringan
e. Goyangkan saringan dengan tangan / mesin
f. Hitung berat agregat pada masing-masing nomer saringan
g. Total berat agregat setelah dilakukan saringan dibandingkan dengan berat semula. Jika perbedaannya lebih dari 0,3% dari berat semula sampel agregat yang digunakan, hasilnya tidak dapat digunakan.
HASIL PRAKTIKUM
Ukuran Saringan (mm)
|
Berat Tertahan (gr)
|
Persentase Tertahan
|
Persentase Tertahan Komulatif
|
Persentase Lolos Komulatif
|
SPEC ASTM C33-90
|
9.50
|
0
|
0
|
0
|
100
|
100
|
4.75
|
1
|
0.2
|
0.2
|
99.8
|
95 – 100
|
2.36
|
85
|
17
|
17.2
|
82.8
|
80 – 100
|
1.18
|
162
|
32.4
|
49.6
|
50.4
|
50 – 85
|
0.60
|
148
|
29.6
|
79.2
|
20.8
|
25 – 60
|
0.30
|
61
|
12.2
|
91.4
|
8.6
|
10 – 30
|
0.15
|
33
|
6.6
|
98
|
2
|
2 – 10
|
0.075
|
9
|
1.8
|
99.8
|
0.2
| |
PAN
|
2
|
0.4
|
100.2
|
-0.2
| |
Modulus Kehalusan : = = 4,354
| |||||
Berdasarkan analisa grafik yang didapat dari hasil percobaan, diketahui bahwa sebagian besar agregat halus berada diantara batas atas dan batas bawah yang ditentukan, karena itulah secara keseluruhan bisa disimpulkan bahwa agregat halus layak untuk digunakan, meski tentunya akan lebih baik bila agregat halus menghasilkan kurva lolos kumulatif diantara batas atas dan batas bawah.
Kondisi tidak ideal tersebut terjadi karena ada banyak kemungkinan kesalahan yang terjadi terutama saat teknis mengguncang saat menyaring, ada agregat yang bertebangan sehingga berat agregat menjadi tidak sesuai.. Untuk mendapatkan kondisi ideal, yang harus dilakukan adalah melakukan pengguncangan atau penyaringan secara lebih perlahan.
9. Analisis Saringan Agregat Kasar
TUJUAN
Menentukan distribusi ukuran partikel dari agregat halus dengan uji saringan
ALAT
a. Timbangan dan neraca dengan ketelitian 0,2% dari berat benda uji
b. Satu set saringan dengan ukuran :
Nomor Saringan
|
Ukuran Lubang
|
Keterangan
| |
Mm
|
Inchi
| ||
-
|
9,5
|
3/8
|
Perangkat saringan untuk agregat halus berat minimum contoh 500 g
|
No. 4
|
4,75
|
-
| |
No. 6
|
2,36
|
-
| |
No. 16
|
1,18
|
-
| |
No. 30
|
0,60
|
-
| |
No. 50
|
0,30
|
-
| |
No. 100
|
0,15
|
-
| |
No. 200
|
0,075
|
-
| |
c. Oven yang dilengkapi pengatur suhu untuk pemanasan sampai (110±5)0C
d. Alat pemisah contoh (sampel spliter)
e. Mesin penggetar saringa
f. Talam-talam
g. Kuas, sikat kawat, sendok, dan alat-alat lainnya
BAHAN
Benda uji diperoleh dari alat pemisah contoh atau dengan cara perempatan. Berat dari contoh disesuaikan dengan ukuran maksimum diameter agregat kasar yang digunakan pada tabel perangkat saringan
PROSEDUR PERCOBAAN
a. Keringkan agregat sampel tes dengan berat yang telah ditenukan pada temperatur (110±5)0C, kemudian dinginkan pada temperatur ruangan
b. Timbang kembali berat sampel agregat yang digunakan
c. Persiapkan saringan yang akan digunakan
d. Setelah saringan disusun, letakan sampel agregat di atas saringan
e. Goyangkan saringan dengan tangan / mesin
f. Hitung berat agregat pada masing-masing nomer saringan
g. Total berat agregat setelah dilakukan saringan dibandingkan dengan berat semula. Jika perbedaannya lebih dari 0,3% dari berat semula sampel agregat yang digunakan, hasilnya tidak dapat digunakan.
HASIL PRAKTIKUM
Ukuran Saringan (mm)
|
Berat Tertahan (gr)
|
Persentase Tertahan
|
Persentase Tertahan Kumulatif
|
Persentase Lolos Kumulatif
|
SPEC ASTM C33-50
|
25.00
|
0
|
0
|
0
|
100
|
100
|
19.00
|
429
|
21.45
|
21.45
|
78.55
|
90 – 100
|
9.50
|
1362
|
68.1
|
89.55
|
10.45
|
20 – 55
|
4.75
|
184
|
9.2
|
98.75
|
1.25
|
0 – 10
|
2.38
|
21
|
1.05
|
99.8
|
0.2
|
0 – 5
|
Modulus Kehalusan : = = 3.0955
| |||||
Berdasarkan analisa grafik yang didapat dari hasil percobaan, diketahui bahwa sebagian besar agregat kasar berada di luar batas atas dan batas bawah yang ditentukan, karena itulah secara keseluruhan bisa disimpulkan bahwa agregat kasar kurang layak untuk digunakan. Agregat kasar akan baik untuk digunakan jika agregat kasar menghasilkan kurva lolos kumulatif diantara batas atas dan batas bawah.
Kondisi tidak ideal tersebut terjadi karena ada banyak kemungkinan kesalahan yang terjadi terutama saat teknis mengguncang saat menyaring, ada agregat yang bertebangan sehingga berat agregat menjadi tidak sesuai.. Untuk mendapatkan kondisi ideal, yang harus dilakukan adalah melakukan pengguncangan atau penyaringan secara lebih perlahan.



Tidak ada komentar:
Posting Komentar